Pages

Rabu, 20 November 2013

Ngobrolin Nikah, Cerai dan Anak_1

setiap pernikahan gak ada jaminan bakal langgeng hingga maut memisahkan, tapi paling gak ada upaya untuk menuju kearah sana.
saya salah satu anak yang lahir dari keluarga yang berpisah.
hari ini gak pengen dengar pendapat orang tentang pengalaman orang lain juga tentang perceraian, cuma pengen giving freedom for myself untuk ngungkapin pengalaman saya sebagai salah satu dari banyak anak yang mengalami hal yang sama.
anggap aja sharing buat siapa aja para pembaca yang nantinya juga bakal menempuh hidup baru sebagai pasangan suami istri, punya anak, punya tanggung jawab.
dalam pandangan saya ya, gak peduli orang tua yang berpisah secara baik, dalam damai, tanpa persselisihan atau justru sebaliknya, yang namanya perceraian pasti gak baik buat anak mereka, mau anak tunggal, 2 anak, apalagi banyak, gak ada yang baik.
kondisi psikologis terutama.
ini pengalaman saya.
hari ini saya berani bilang, saya rada-rada takut untuk ngobrol sama orang tentang yang namanya pernikahan. walaupun jujur saja, setiap orang juga pasti seneng kalo liat ada kakek sama nenek yang akur banget jalan pegangan tangan di trotoar, meski mereka gak tersenyum, tapi pasti mata yang memandang justru yang lebih banyak mengumbarkan senyuman.

tapi permasalahannya, bisa gak setiap pasangan menjadi seperti mereka?
kalo saya nie sekarang, punya tekad kalo seandainya nikah, trus punya anak, paling gak mau sampai pisah, karena yakin banget anak itu bakal ngalamin hal yang sama seperti saya, saya sudah tahu sakitnya gimana makanya gak mau mereka mengulang sakit saya, bahkan pasti lebih sakit, karena kalo seandainya itu terjadi, saya pasti akan berfikir dia akan baik-baik saja karena saya sudah pernah melalui masa-masa seperti itu. apa gak gila?
nah, sebenarnya gak ada yang salah dengan tekad yang sudah saya tanam dengan matang di otak dan hati saya, justru yang menjadi masalah adalah bagaimana memulai tekad itu?
kalian pasti tau lah, gak mungkin tekad seperti itu bisa terwujud hanya dengan satu tangan, sementara pertanyaan besar yang lahir kemudian, apakah saya akan menemukan tangan dengan tekad yang sama?
itulah mengapa saya menjadi ragu untuk melakukan hal sakral bagi setiap pasangan itu, karena gak ada jaminan bahwa setelah tangan itu juga ditemukan, keduanya akan tetap setia bertahan.
kalo saya, saya berani jamin, saya akan bertahan, tapi ada jaminan gak bagi tangan yang lainnya? saya punya keyakinan yang besar, sangat besar malah, karena udah tau derita dan sakitnya berada di posisi si anak.
tanda tanya besar saya hari ini adalah lingkungan sekitar saya dan kondisi di negara ini. hari ini, faktanya, perceraian menjadi hal yang biasa saja, seolah-olah apa yang sudah diucapkan di depan penghulu hanya sebatas rangkaian kata yang mesti diucapkan dengan cepat, tegas, gak terbata-bata, dan didukung dengan teriakan sah dari para saksi, tapi arti dari talian itu sendiri udah luntur bersama airmata di persidangan. gak sedikit juga yang malah tersenyum di persidangan.
kalo kondisi hari ini digunakan untuk memprediksi hari-hari kedepan, gak salah kalo saya bikin statement yang frontal kalo perceraian bisa menjadi budaya bangsa. gak cocok dikit, pisah. gak senang dikit, bubar. udah gak seneng, talak. apa gak gila. dan kondisi hari ini, di negeri ini, membuat hal di atas tadi memiliki probabilitas yang tinggi bakal terjadi.

-c-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih atas komentarnya.... jangan lupa kunjungi posting yang lain...

Copyright Text

Blogger news